18/03/14

BPJS vs Umum

Seringkali rumah sakit (pemerintah) memiliki sangat banyak keterbatasan.

Di IGD..
Pasien dengan BPJS berkata, "Dok, kapan saya masuk ruang rawat? Jangan gara-gara saya dengan BPJS jadi ditelantarkan, dong! Nanti saya bilangin ke pak Ahok!"
Pasien umum yang bayar sendiri bilang, "Dok, kapan saya masuk ruang rawat? Saya kan bayar sendiri, kontan. Jangan samakan saya dengan pasien dengan BPJS, dong!"

Lhaa... dokternya bingung. Peran dokter adalah memberikan pelayanan kesehatan, bukan menyediakan ruang rawat. Kenyataannya seperti ini.

Pasien dengan BPJS Kesehatan - PBI (penerima bantuan iuran) otomatis mendapatkan pelayanan kesehatan di kelas 3. Nah, rumah sakit umum daerah saat ini sudah kewalahan menerima pasien BPJS. Semua warga minta dilayani. Sampai akibatnya, ruang perawatan di rumah sakit penuh terisi semua. Kadang-kadang malah di IGD pasien sudah tidak lagi kebagian brankar - tempat tidur pasien. Nah dengan begitu, otomatis pasien-pasien yang masuk IGD menjadi stuck di IGD, tidak bisa masuk ruang perawatan. Stagnan, menunggu ruang rawat ada yang kosong karena pasiennya pulang.

Pasien umum yang bayar sendiri, juga semuanya harus sesuai prosedur. Tidak bisa seenaknya masuk kamar perawatan. Ini rumah sakit bung, bukan hotel. Kalau tidak ada yang memeriksa dan memberikan obat, nanti siapa yang mau merawat? Kalau semua sudah beres, selanjutnya pasien akan mendapatkan status untuk perawatan. Siapa yang membuat buku status ini? Dialah petugas pendaftaran, bukan dokter. Jika sudah dapat pun, harus dirapikan segala administrasinya dahulu baru dibawa ke ruang perawatan. Ini sudah bukan tanggung jawab dokter lagi. Perawat juga harus memperhatikan obat-obatan yang sudah dan belum masuk. Perawat di kamar perawatan juga harus mempersiapkan segala sesuatunya di kamar terlebih dahulu. Pasien mau masuk kamar yang sudah rapi, kan?

Pada intinya, sebenarnya dokter tidak banyak membeda-bedakan pasien BPJS dan tidak. Semua sesuai prosedur. Namun kemudian, pasien BPJS pada umumnya lebih lama stagnan karena fenomena 'kamar-penuh-tapi-saya-mau-di-sini-aja-karena-gratis'.

13/08/13

Diagnosis cacingan

Dalam dunia kedokteran, para dokter biasa membuat diagnosis dalam bahasa latin. Kalau tidak ketemu bahasa lainnya, sebisa mungkin dengan bahasa Inggris. Kalau tidak bisa, ya dengan bahasa Indonesia, tapi yang lazim digunakan untuk bahasa kedokteran.

Misalnya, untuk kelemahan sesisi, digunakan bahasa "hemiparesis dekstra/sinistra". Hemi- artinya sebelah, paresis artinya kelemahan, dekstra artinya kanan, sinistra artinya kiri. Untuk sakit kepala yang penyebabnya belum diketahui, digunakan bahasa "sefalgia". Kadang-kadang, para dokter saking mumetnya bisa saja tidak menemukan kosakata itu dalam kepalanya, jadi digunakanlah bahasa Inggris, "headache". Rasanya, sangat kurang pintar sekali jika menggunakan diagnosis "sakit kepala".

Ada beberapa juga diagnosis yang menggunakan bahasa Inggris karena tidak tahu apa bahasa latinnya. Misalnya, pasien yang habis tertusuk jarum dan mungkin terpapar penularan penyakit, didiagnosis "post needle stick injury". Pasien yang habis digigit anjing sehingga berisiko tertular rabies, didiagnosis "post dog bite".

Namun, sayang sekali. Ada kalanya setelah mentok di bahasa latin, mentok juga bahasa Inggrisnya. Pasien ini mengaku ada cacing yang keluar bersamaan saat melakukan defekasi (buang air besar). Paham kan, maksudnya bersamaaan dengan apa? Hehe. Nah jadi, pasien ini dicurigai mengalami infeksi cacing di ususnya, dengan kata lain, "cacingan". Untuk kasus seperti ini, dilakukan pemeriksaan feses untuk mencari tahu kebenarannya dan mencari tahu spesies cacingnya.

Dalam dunia kedokteran, semuanya harus lege artis. Harus ada sebab dan tujuannya. Jika di perencanaan dilakukan pemeriksaan feses, harus ada diagnosis yang mengarah ke pemeriksaan tersebut. Kalau tidak ada, apa juga tujuannya pemeriksaan itu?

Nah, untuk pasien ini, apa yang harus saya tulis sebagai diagnosis? Yang saya tahu, ada diagnosis "ascariasis", "necatoriasis", dan lain sebagainya. Tapi ini belum bisa ditulis karena belum ada data tentang spesies cacing yang menginfeksi. Lalu bahasa Inggris. Cacingan, apa translasinya dalam bahasa Inggris? Mentok. Akhirnya saya menuliskan "cacingan" di buku status. Rasanya.. "aduh, mudah-mudahan nggak diketawain dokter lain yang nanti melakukan follow up atas pasien ini.."

Saya juga sudah konsultasi ke teman sejawat yang ada di sekitar waktu itu. Semuanya bingung juga. Hmm. Apa yang salah ya? Kalau search di google dengan keyword "cacingan", semuanya yang keluar adalah bahasa awam. Lalu, iseng, saya search dengan keyword "ascariasis", saya punya ide. Mungkin seharusnya didiagnosis "parasitic intestinal infection". Panjang ya? Dan agak rumit untuk dimasukkan sebagai diagnosis. Haha.

09/08/13

Selamat idul fitri 1434 H

Happy Eid Mubarak!

"Taqabbalallaahu minnaa waminkum!" "Taqabbal yaa Karim"
Semoga Allah menerima ibadah kami dan ibadah kalian.

"Minal 'aidin wal faidizin"
Semoga kita semua tergolong kepada mereka yang kembali ke fitrah.

"Mohon maaf lahir dan batin"


Idul fitri kali ini, beda rasanya. Lebaran hari kedua langsung jaga. Hiks. Masih mau silaturahmi ke sanak keluarga, tapi mesti jaga di IGD rumah sakit. Ya sudah, diikhlaskan saja. Semoga dapet pahala. Aamin.

30/07/13

Nikmat yang satu ini

Ada sebuah nikmat yang benar-benar jarang kita syukuri. Bahkan bisa luput dari sadar kita. Mungkin beberapa manusia yang jarang menemukannyalah yang bisa menyadarinya. Ya seperti biasa, baru terasa tidak nikmatnya saat dia tidak ada.

Nikmat waktu luang.

Inilah yang jarang sekali kita syukuri. Waktu luang. Segala sesuatu dengan waktu sempit itu tidak nyaman, tidak nikmat. Bayangkan kalau harus makan dalam waktu yang sempit. Minum dalam waktu sempit. Tidur dan beristirahat dalam waktu sempit. Semuanya serba tergesa-gesa. Memang waktunya jadi lebih efektif dan efisien, tapi apakah nikmat? Orang-orang yang kehilangan pasti akan merindukan waktu luang.

Waktu luang. Alangkah nikmatnya jika makan tidak terburu-buru. Tidur lelap tanpa terpikirkan masalah lain. Minum dengan tenang. Bisa berekreasi dengan hati plong. Alangkah nikmatnya tanpa segala ketergesaan.

27/07/13

Kekurangan, ini dan itu

Rasa ini. Pernahkah semua orang merasakannya? Ataukah saya saja? Apa memang benar adanya?
Ini bukan soal cinta. Bukan soal benci. Bukan soal sedih.

Rasa ini aneh rasanya. Rasa tak punya kelebihan. Dalam hal ini kurang, hal itu kurang. Dokter yang baik, rasanya jauh dari itu. Anak yang baik bagi orangtua, rasanya minim sekali. Umat yang rajin beribadah, oh sama sekali tidak. Perempuan yang rajin dan rapi, bukan juga. Kakak yang baik bagi adik-adik, bukan juga. Teman yang baik bagi rekan-rekan, sepertinya tidak.

Bacanya sedih ya?

Nah anehnya saya tidak merasa sedih menyadari hal ini. Rasanya biasa saja. Entah logika apa yang muncul di kepala saya. Harusnya kan setiap individu punya kelebihan dan punya kekurangan. Nah saya, kenapa semuanya kekurangan ya? Tapi lagi-lagi, entah kenapa saya tidak merasa sedih. Aneh kan?

Apa semua pernah merasakan ini ya?


*tumben tulisannya bertema galau, biasanya sok bijak*

20/07/13

Level

1. satu. a. alfa.
2. dua. b. beta.
3. tiga. c. gamma.
lalu 4, lalu lima, lalu f, dan seterusnya.

semuanya selalu berjenjang. tak cuma angka, tak cuma huruf.
semuanya punya levelnya.

tidak manis, agak manis, manis, lumayan manis, kemanisan, manis sekali.
jauh sekali, jauh, agak jauh, sedang, lumayan dekat, dekat, dekat sekali.

begitupunkah hidup ini?
usia terus bertambah setiap hari, setiap tahun.

masing-masing aspek ada masing-masing levelnya.
bertambah usia, bertambahkah yang lainnya?

kembali. introspeksi. jangan terpukau angka usia. dewasakah?
bertambahkah level lainnya dalam hidup?

analisis. satu demi satu.
 

Designed by Simply Fabulous Blogger Templates \ Provided By Free Website Templates | Freethemes4all.com

Free Website templatesSEO Web Design AgencyMusic Videos OnlineFree Wordpress Themes Templatesfreethemes4all.comFree Blog TemplatesLast NewsFree CMS TemplatesFree CSS TemplatesSoccer Videos OnlineFree Wordpress ThemesFree Web Templates