Ada cerita yang terlewatkan tentang Cirebon. Kalau mau cerita
tentang Cirebon, sepertinya topik inilah yang harusnya pertama kali dibahas.
Cuacanya.
‘Pesona’ matahari Cirebon memang sudah terkenal sebelum saya
menginjakkan kaki di sana. Jadi saya harap, saya sudah siap menghadapi panasnya
itu saat sudah sampai di Cirebon.
Tapi ternyata
tidak. Setinggi apapun ekspektasi saya akan panasnya, ternyata Cirebon lebih panas lagi. Di sini, mataharinya bukan cuma buka cabang, melainkan setiap cabang itu punya subcabang yang saling bersaing satu sama lain. Alhasil, panas mataharinya tidak hanya sekedar panas atau menyilaukan mata. Panas mataharinya terik, amat terik, sampai membuat kulit terasa terbakar. Kalau kita naik becak dengan sepatu yang terbuka di punggung kakinya, daerah kaki tersebut pasti terasa nyeri lantaran terbakar sinar matahari. Begitu kita turun dan melepas sepatu, baru akan terlihat perbedaan warna ‘kopi-susu’ yang sangat kentara.
tidak. Setinggi apapun ekspektasi saya akan panasnya, ternyata Cirebon lebih panas lagi. Di sini, mataharinya bukan cuma buka cabang, melainkan setiap cabang itu punya subcabang yang saling bersaing satu sama lain. Alhasil, panas mataharinya tidak hanya sekedar panas atau menyilaukan mata. Panas mataharinya terik, amat terik, sampai membuat kulit terasa terbakar. Kalau kita naik becak dengan sepatu yang terbuka di punggung kakinya, daerah kaki tersebut pasti terasa nyeri lantaran terbakar sinar matahari. Begitu kita turun dan melepas sepatu, baru akan terlihat perbedaan warna ‘kopi-susu’ yang sangat kentara.
Setelah seharian berada di luar rumah yang panas, tentu badan
yang kepanasan ini ingin mandi supaya menjadi lebih adem. Jangan berharap
demikian, karena tidak akan tercapai. Di Cirebon, kita tidak bisa mendinginkan
badan dengan cara mandi. Tidak bisa, karena air kerannya pun panas. Ya, panas,
kawan! Kadang-kadang sampai kaget sendiri setelah menyentuh air keran. Hmm..Ya, setidaknya hal ini berlaku di tempat saya tinggal. Jadi,
para penyuka mandi air hangat, bisa mendapatkan air hangat untuk mandi dengan
cuma-cuma, tanpa membutuhkan biaya listrik tambahan.
Ya, begitulah panasnya Cirebon. Langit mendung dan hujan
gerimis menjadi rejeki ditunggu-tunggu di sini. Ruangan ber-AC jadi tempat yang
paling dinanti-nanti.
Di samping panas yang menyengsarakan itu tadi, ternyata ada
manfaatnya juga. Cucian jadi cepat kering! Pukul 7.30 pagi
baru dicuci, kemudian pakaian sudah terlipat rapi selesai disetrika pukul 11
siang. Bahkan celana jeans. Jadi, nggak bakal ada alasan ‘pakaian belum kering’
di sini. Beda banget sama pengalaman teman-teman internship di daerah Puncak,
Bogor. Di sana bahkan cucian belum kering setelah seminggu.
Hmm..hikmahnya? Segala sesuatu itu pasti ada kekurangan dan
kelebihannya. :)